1.
Jelaskan
filsafat generasi awal masa Yunani kuno dan Romawi kuno?
Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6M.
zzaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang
didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja) sehingga
pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur.Paada zaman ini, banyak bermunculan
ilmuwan terkemuka. Ada beberapa nama yang popular pada masa ini, yaitu Thales
(624-545 SM) dari Miletus, Phytagoras (580 SM-500 SM),Ocrates (469 SM – 399
SM), Plato (427 SM-347 SM), Aristoteles (384 SM-322 SM). Selain nama-nama tersebut,
masih ada filosof-filosof seperti Alexandria (610 SM-546 SM).
Anaximander (610 SM-546 SM) dengan diktum falsafinya bahwa permulaan
yang pertama, tidaklah bisa ditentukan (Apeiron), karena tidaklah memiliki
sifat-sifat zat yang ada sekarang. Anaximenes yang hidup pada abad ke 6 SM.,
masih satu generasi dengan Anaximander, ia berpendapat bahwa zat yang awal ada
adalah udara. Ia menganggap bahwa semuanya di alam semesta dirasuki dengan
udara.
Demokreitos (460-370
SM), ia mengembangkan teori mengenai atom sebagai dasar materi, sehingga ia
dikenal sebagai “Bapak Atom Pertama”. Empedokles (484-424 SM) adalah seorang
filsuf Yunani berpendapat bahwa materi terdiri atas empat unsur dasar yang ia
sebut sebagai akar, yaitu air, tanah, udara, dan api. Selain itu, ia
menambahkan satu unsur lagi yang ia sebut cinta (philia). Hal ini dilakukannya
untuk menerangkan adanya keterikatan dari satu unsur ke unsur lainnya.
Empedokles juga dikenal
sebagai peletak dasar ilmu-ilmu fisika dan biologi pada abad 4 dan 3 SM dan
juga Archimedes, (sekitar 287 SM-212 SM) ia adalah seorang ahli matematika,
astronom, filsuf, fisikawan, dan insinyur berbangsa Yunani. Archimedes,
dianggap sebagai salah satu matematikawan terbesar sepanjang masa, hal ini
didasarkan pada temuannya berupa prinsip matematis tuas, sistem katrol (yang
didemonstrasikannya dengan menarik sebuah kapal sendirian saja), dan ulir
penak, yaitu rancangan model planetarium yang dapat menunjukkan gerak matahari,
bulan, planet-planet, dan kemungkinan konstelasi di langit. Di bidang
matematika, penemuannya terhadap nilai p (phi) lebih mendekati dari ilmuan
sebelumnya. Dari karya-karyanya yang bersifat eksperimental, ia kemudian
dijuluki sebagai, “Bapak IPA Eksperimental”.
2.
Apa
yang saudara ketaui tentang Socrates, Plato, Aristoteles jelaskan secar rinci?
A.
Socrates
Socrates adalah seorang filsuf Athena Yunani klasik. Dikreditkan sebagai
salah satu pendiri filsafat Barat, dia adalah sosok misterius yang dikenal
terutama melalui karya yang disebut tulisan klasik selanjutnya, terutama
tulisan siswanya: Plato dan Xenophon, dan peran dari Aristophanes yang
kontemporer. Banyak orang akan mengklaim bahwa dialog-dialog Plato adalah
account yang paling komprehensif dari Socrates untuk bertahan dari zaman kuno.
Melalui perannya dalam dialog Plato, Socrates terkenal karena kontribusinya
pada bidang etika, dan inilah Socrates Platonis yang juga meminjamkan namanya
pada concepts of Socratic irony dan metode Socrates, atau elenchus.
Yang terakhir ini tetap merupakan alat yang umum digunakan dalam
berbagai diskusi, dan merupakan jenis pedagogi di mana serangkaian pertanyaan
yang diajukan tidak hanya untuk menggambar jawaban individu, tetapi juga untuk
mendorong wawasan mendasar dalam masalah yang ada dalam pandangan. Plato
Socrates yang juga membuat kontribusi penting dan abadi untuk bidang
epistemologi dan logika, dan pengaruh dari ide dan pendekatan yang tetap kuat
dalam memberikan landasan bagi filsafat Barat banyak yang diikuti. Salah satu
komentator terakhirnya, Plato, idealis, menawarkan “satu idola, tokoh master,
untuk filsafat. Seorang santo, seorang nabi dari ‘dewa matahari,’ seorang guru
yang mengutuk ajarannya sebagai bid’ah.
B.
Plato
Plato, adalah seorang filsuf Yunani Klasik, matematika, mahasiswa
Socrates, penulis dialog filosofis dan pendiri Academy di Athena, lembaga
pendidikan tinggi pertama di dunia Barat. Seiring dengan mentornya, Socrates,
dan muridnya, Aristoteles, Plato membantu meletakkan dasar-dasar filsafat dan
sains Barat. Dalam kata-kata terkenal dari AN Whitehead: “Karakterisasi umum
paling aman dari tradisi filsafat Eropa adalah bahwa hal itu terdiri dari
serangkaian catatan kaki Plato. Saya tidak bermaksud skema pemikiran yang
sistematis sarjana telah diekstrak dengan keragu-raguan dari
tulisan-tulisannya. Saya menyinggung kekayaan ide-ide umum yang tersebar
melalui mereka dialog-dialog Plato telah digunakan untuk mengajar berbagai mata
pelajaran, termasuk filsafat, logika, etika, retorika dan matematika.
C.
Aristoteles
Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani dan polymath, seorang mahasiswa
Plato dan guru dari Alexander Agung. Tulisan-tulisannya banyak mencakup mata
pelajaran, termasuk fisika, metafisika, puisi, teater, musik, logika, retorika,
linguistik, politik, pemerintahan, etika, biologi dan zoologi. Bersama dengan
Plato dan Socrates, Aristoteles adalah salah satu tokoh pendiri paling penting
dalam filsafat Barat. Tulisan-tulisan Aristoteles yang pertama dimaksudkan
untuk menciptakan sistem yang komprehensif pada filsafat Barat, meliputi
moralitas dan estetika, logika dan ilmu pengetahuan, politik dan metafisika.
Pandangan Aristoteles tentang ilmu-ilmu fisika sangat berbentuk
kelembagaan sekolah di abad pertengahan, dan pengaruh mereka diperpanjang
sampai zaman Renaisance, meskipun akhirnya digantikan oleh fisikanya Newton.
Dalam ilmu zoologi, beberapa pengamatan diteguhkan akurat dalam abad ke-19.
Karya-karyanya mengandung studi awal resmi dikenal logika, yang didirikan pada
akhir abad 19 ke dalam logika formal modern. Dalam metafisika, Aristotelianisme
memiliki pengaruh besar pada pemikiran filosofis dan teologis dalam tradisi
Islam dan Yahudi pada Abad Pertengahan, dan terus mempengaruhi teologi Kristen,
khususnya tradisi skolastik Gereja Katolik. Etika ilmunya, meskipun selalu
berpengaruh, mendapatkan minat yang diperbarui dengan munculnya etika moralitas
modern.
Semua aspek filsafat Aristoteles terus menjadi objek studi akademis
aktif hari ini. Meskipun Aristoteles menulis banyak risalah elegan dan dialog
(Cicero menggambarkan gaya sastranya sebagai “sungai emas”), diperkirakan bahwa
sebagian besar tulisan-tulisannya sekarang hilang dan hanya sekitar sepertiga
dari karya asli yang masih bertahan.
3.
Apa
yang anda ketaui tentang filsafat dari beberapa pemikiran di abad pertengahan,
yaitu jaman teologi di abad 6 samapi 15 M dan beri beberapa contoh?
Rowan Willams menekankan tiga dimensi dari teologi; Pertama, merayakan:
teologi dimulai dengan menyembah Allah. Kedua, komunikasi: teologi berusaha
menjelaskan makna Allah dan karya-karya-Nya kepada mereka yang berada di dalam
dan di luar gereja. Ketiga, kritik: teologi berjuang untuk menarik garis batas
tegas antara kesaksian yang benar dan yang salah mengenai Allah dan
karya-karya-Nya.
Teologi Kristen harus membedakan antara pengetahuan yang benar dan yang
salah mengenai Allah, karena pembicaraan yang sembarangan mengenai Allah
bukanlah pilihan bagi mereka yang berusaha menyembah di dalam roh dan
kebenaran. Namun daya tarik kepada Allah terlalu kuat untuk dibiarkan begitu
saja. Sejarah memberikan begitu banyak contoh mengenai individu-individu dan
masyarakat-masyarakat (dan gereja-gereja) yang terlalu cepat menggunakan nama
Allah sebagai alasan bagi kepercayaan dan perilaku mereka, atau sebagai alasan
bagi berbagai bentuk penindasan, bahkan perang. Hal itu tepatnya karena
pembicaraan-Allah begitu mudah disalahgunakan sehingga kita harus terus menerus
kembali kepada pertanyaan mengenai sumber-sumber dan norma-norma teologi.
Teologi Kristen berhubungan dengan keyakinan-keyakinan yang tertanam
kuat yang membuat kita berkomitmen oleh karena kepercayaan-kepercayaan kanonik
kita yang paling penting dan praktik-praktik universal kita.
Teologi bukan hanya sebuah sistem kepercayaan, namun melibatkan cara
hidup. Teologi Kristen pada akhirnya berhubungan dengan Yesus sebagai “jalan,
kebenaran dan hidup” (Yoh. 14:6). Yesus Kristus adalah Firman dan hikmat Allah,
penerang dan penyelamat: jalan, kebenaran dan hidup. Bagi teologi, beberapa hal
muncul dari identifikasi yang mengejutkan ini. Pertama, teologi harus berurusan
dengan apa yang diwakili oleh setiap istilah itu; teologi harus berurusan
dengan kebenaran, dengan cara hidup, dan dengan makna kehidupan. Kedua, teologi
harus mengingat ketiganya sekaligus. Memusatkan pada kebenaran dan mengabaikan
jalan dan kehidupan membawa pada keasyikan dengan teori; sebaliknya, keasyikan
dengan jalan dan kehidupan membawa pada pragmatism. Demikian pula, doktrin
Kristen harus melayani tujuan mengembangkan jalan hidup yang benar. Iman
mendapatkan pemahaman ketika iman mengijinkan sejarah Yesus Kristus menguasai
makna “jalan”, “kebenaran”, dan “hidup”. Akhirnya, teologi harus menjadikan
jalan, kebenaran dan hidup Yesus Kristus seperti disaksikan di dalam Alkitab
sebagai norma tertinggi dan satu-satunya.
Teologi Kristen berusaha melanjutkan jalan kebenaran dan kehidupan,
bukan dengan mengaguminya dari kejauhan tetapi dengan mengikuti dan
mewujudkannya.
4.
Mengapa
epistologi filsafat berkembang mengikuti ilmu perkembangan pengetehuan utamanya
masa kontenporer beri beberapa contoh?
Zaman ini bermula
dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini. Zaman ini ditandai dengan
adanya teknologiteknologi canggih, dan spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin
tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika menempati kedudukan paling
tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Sebagian besar aplikasi ilmu
dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan mutakhir di abad 20. Pada
zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah fisikawan.
Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu pada masa ini. Fisikawan
yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia lahir pada
tanggal 14 Maret 1879 dan meninggal pada tanggal 18 April 1955 (umur 76 tahun).
Alberth Einstein adalah seorang ilmuwan fisika. Dia mengemukakan teori
relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum,
mekanika statistik, dan kosmologi.29 Dia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam
Fisika pada tahun 1921 untuk penjelasannya tentang efek fotoelektrik dan
“pengabdiannya bagi Fisika Teoretis”. Karyanya yang lain berupa gerak Brownian,
efek fotolistrik, dan rumus Einstein yang paling dikenal adalah E=mc². Di
artikel pertamanya di tahun1905 bernama “On the Motion-Required by the
Molecular Kinetic Theory of Heat-of Small Particles Suspended in a Stationary
Liquid“, mencakup penelitian tentanggerakan Brownian. Menggunakan teori kinetik
cairan yang pada saat itu kontroversial, dia menetapkan bahwa fenomena, yang
masih kurang penjelasan yang memuaskan setelah beberapa dekade setelah ia
pertama kali diamati, memberikan bukti empirik (atas dasar pengamatan dan
eksperimen) kenyataan pada atom. Dan juga meminjamkan keyakinan pada mekanika
statistika, yang pada saat itu juga kontroversial.30 Pada zaman ini juga
melihat integrasi fisika dan kimia, pada zaman ini disebut dengan “Sains
Besar”. Linus Pauling (1953) mengarang sebuah buku yang berjudul The Nature of
Chemical Bond menggunakan prinsip-prinsip mekanika kuantum. Kemudian, karya
Pauling memuncak dalam pemodelan fisik DNA, “rahasia kehidupan”. Pada tahun ini
juga James D. Watson, Francis Crick dan Rosalind Franklin menjelaskan struktur
dasar DNA, bahan genetik untuk mengungkapkan kehidupan dalam segala bentuknya.
Hal ini memicu rekayasa genetika yang dimulai tahun 1990 untuk memetakan seluruh
manusia genom (dalam Human Genome Project) dan telah disebut-sebut sebagai
berpotensi memiliki manfaat medis yang besar.31 Selain kimia dan fisika,
teknologi komunikasi dan informasi berkembang pesat pada zaman ini. Sebut saja
beberapa penemuan yang merubah warna dunia, yaitu: Listrik, Elektronika
(transistor dan IC), Robotika (mesin produksi dan mesin pertanian), TV dan
Radio, Teknologi Nuklir, Mesin Transportasi, Komputer, Internet, Pesawat
Terbang, Telepon dan Seluler, Rekayasa Pertanian dan DNA, Perminyakan,
Teknologi Luar Angkasa, AC dan Kulkas, Rekayasa Material, Teknologi Kesehatan
(laser, IR, USG), Fiber Optic, dan Fotografi (kamera, video). Kini, penemuan
terbaru di bidang Teknologi telah muncul kembali. sumber lain telah
memberitakan penemuan “Memristor”. Ini merupakan penemuan Leon Chua, profesor
teknik elektro dan ilmu komputer di University of California Berkeley.
Keberhasilan itu menghidupkan kembali mimpi untuk bisa mengembangkan
sistem-sistem elektronik dengan efisiensi energi yang jauh lebih tinggi
daripada saat ini. Caranya, memori yang bisa mempertahankan informasi bahkan
ketika power-nya mati, sehingga tidak perlu ada jeda waktu untuk komputer untuk
boot up, misalnya, ketika dinyalakan kembali dari kondisi mati. Hal ini
digambarkan seperti menyala-mematikan lampu listrik, ke depan komputer juga
seperti itu (bisa dihidup-matikan dengan sangat mudah dan cepat). Perkembangan
ilmu sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar
diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan,
penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan
penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan
pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan,
dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi
spirit dan motivasi bagi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
5.
Jelaskan
ciri-ciri dalam pemikiran filsafat?
a.
Berpikir
Rasional, Sebagaimana diketahui, berfilsafat adalah berpikir. Meskipun
demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir dimaksud dapat
dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus
bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan, atau imajinasi belakah.
Ciri pemikiran rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan berpikir maupun hasil
pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat, bukan
sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum). Ciri pemikiran filsafat
yang rasional itu membuat filsafat disebut sebagai pemikiran kritis atau “ilmu
kritis”.
Pemikiran kritis filosofis memiliki dua aspek, yaitu kritis (critics)
dan krisis (crycis). Berpikir kritis (critics) artinya, berpikir bukan untuk
sekedar menerima kenyataan atau menyesuaikan diri dengan kenyataan pemikiran
atau pandangan orang (termasuk dalamnya dogma atau ajaran-ajaran, keyakinan,
dan ideologi apa pun) sebagaimana apa adanya. Justru, inti dari ciri pemikiran
filsafat yang kritis (critics) ini adalah berpikir dalam rangka mengkritik,
meragukan, dan mempertanyakan segala sesuatu, sampai mencari dan memndapatkan
dasar-dasar pertanggungjwaban intelektual atau argumentasi-argumentasi yang
mendasarnya yang tidak mungkin dapat diragukan atau dipertanyakan lagi oleh
siapa pun dan kapan pun. Filsafat, dengan pemikiran kritis (rasio kritis)-nya
ini, ingin melakukan pengkajian, penelitian secara mendalam guna dapat
menemukan inti pemikiran atau kebenaran sesungguhnya yang dicari. Filsafat,
dalam hal ini, tidak menolak kesalahan tetapi mempertanyakan mengapa orang bisa
melakukan kesalahan dalam berpikir?. Immanuel Kant yang terkenal sebagai bapak
filsuf kritis menyebut rasio kritis ini sebagai “kritik rasio munri” (Critics
ratio vernun). Pemikiran filsafat yang berciri “rasio kritis” ini, tidak ingin
terjebak di dalam sebuah pemikiran yang umum (common sence), juga tidak ingin
terjebak di dalam kesesatan, kekeliruan, atau kesalahan berpikir (baik dalam
proses berpikir maupun dalam menarik kesimpulan-kesimpulan pemikiran) yang
tersembunyi di dalam sistim pemikiran atau sistim keyakinan. Ciri pemikiran
filsafat tersebut, oleh oleh Plato, disebut sebagai berpikir dialogis atau oleh
Rene Descartes disebut berpikir dengan metode “keraguan kritis” yang dengannya,
orang tidak diperdaya oleh kekeliruan atau kesalahan umum.
b.
Aspek
kedua dari pemikiran rasio kritis itu adalah krisis atau crycis. Menurut Jurgen
Habermas, krisis atau crysis adalah ciri pemikiran yang tidak ingin terbelenggu
dalam sangkar rasio tetapi bergulat dengan realitas kemanusiaannya yang penuh
krisis, anomali, determinasi, dan pembusukan budaya. Pemikiran crysis berada
pada tataran sosial untuk melakukan penyembuhan-penyembuhan sosial atas
berbagai fenomena patologis (penyakit sosial) berupa provokasi, rasio
birokratis, dan represi yang cenderung mendistorsi akal sehat manusia.
c.
Berpikir
Radikal (radix = akar). Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan
menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk menemukan dan
mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke permukaan. Melalui cara
pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang mendasar dan
mendalam, serta sebuah pertanggunganjawaban yang memadai di dalam membangun
pemikiran filsafat dan pikiran keilmuan itu sendiri. Ciri pemikiran dimaksud,
mengisyaratkan bahwa orang tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan
pemikiran sebelum menemukan hakikat kebenarannya secara fundamental, dan dengan
demikian, ia tidak muda terjebak ke dalam pemikiran yang sesat dan keliru atau
kejahatan. Berpikir radikal menunjukkan bahwa filsafat sebagai sebuah proses
dan hasil pemikiran, selalu berusaha melatakkan dasar dan strategi bagi
pemikiran itu sendiri sehingga bertahan menghadapi ujian kritis atau tantangan
(ujian) zaman dengan berbagai arus pemikiran baru apa pun.
d.
Kreatif-inovatif.
Artinya, pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang melanggengkan atau
memandegkan dirinya di dalam berbagai keterkungkungan dogma atau ideologi yang
beku dan statis. Justru, ia selalu berusaha membangun kejataman budi untuk
mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi, mampu mengkritisi, memperbaiki,
menyempurnakan, dan mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga dapat
melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-gagasan baru yang lebih
brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman serta
kemajuan-kemajuan yang penuh kejutan dan pergolakan, baik pada tataran ide
maupun moral. Ciri pikiran filsafat tersebut mengandaikan sebuah kekuatan
transformasi dan seni “mengolah budi” (kecerdasan) guna mampu melakukan
imajinasi teori, mengubah fakta menjadi permasalahan dan terobosan
penyelesaiannya dalam berbagai lakon aktual.
e.
Berpikir
Sistematis dan analitis. Artinya, ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis
(terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir yang benar). Pemikiran
filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide, penalaran, dan
kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat
selalu berusaha mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa
(mengkompilasi) atau mengakumulasikan, serta menunjukkan makna terdalam dari
pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata (pengertian), kalimat
(keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran yang
tepat dan benar. Pemikiran filsafat selalu bergerak selangkah demi selangkah,
dengan penuh kesadaran (pengujian diri), berusaha untuk mendudukan kejelasan
isi dan makna secara terstruktur dengan penuh kematangan dalam urutan prosedur
atau langkah berpikir yang tertib, tertanggung jawab, dan saling berhubungan
secara teratur.
f.
Berpikir
Universal. Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan pemikiran
yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua tempat. Pemikiran filsafat
tidak pernah akan berhenti dalam sebuah kenyataan yang terbatas, ia akan
menerobos mencari dan menemukan gagasan-gagasan yang bersifat global dan
menjadi rujukan pemikiran umum. Pikiran-pikiran yang bersifat partikular dan
kontekstual (bagian-bagian yang terpisah menurut konteks ruang dan waktu)
diangkat dan ditempatkan (disintesakan) dalam sebuah bagian yang utuh dan
universal, sebagai sebuah kenyataan eksistensisal yang khas manusiawi.
g.
Komprehensif
dan holistik. Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh.
Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih bermakna daripada
bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas
dalam kapsul egoisme (kebenaran) sekoral yang sempit. Cara berpikir filsafat
yang demikian perlu dikembangkan mengingat hakikat pemikiran itu sendiri adalah
dalam rangka manusia dan kemanusiaan yang luas dan kaya (beraneka ragam) dengan
tuntutan atau klaim kebenarannya masing-masing, yang menggambarkan sebuah
eksistensi yang utuh. Baginya, pikiran adalah bagian dari fenomena manusia
sebab hanya manusia lah yang dapat berpikir, dan dengan demikian ia dapat
diminta pertanggungjawaban terhadap pikiran maupun perbuatan-perbuatan yang
diakibatkan oleh pikiran itu sendiri. Pikiran merupakan kesatuan yang utuh
dengan aneka kenyataan kemanusiaan (alam fisik dan roh) yang kompleks serta
beranekaragam. Pikiran, sesungguhnya tidak dapat berpikir dari dalam pikiran
itu sendiri, sebab bukan pikiran itulah yang berpikir, tetapi justru manusia
lah yang berpikir dengan pikirannya. Jadi, tanpa manusia maka pikiran tidak
memiliki arti apa pun. Manusia, karenanya, bukan hanya berpikir dengan akal
atau rasio yang sempit, tetapi juga dengan ketajaman batin, moral, dan
keyakinan sebagai kesatuan yang utuh.
h.
Berpikir
Abstrak. Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau
gagasan. Maksudnya, pemikiran filsafat selalu berusaha meningkatkan taraf
berpikir dari sekedar pernyataan-pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik
yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera manusia untuk menempatkannya
pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral (terfokus), dan saling
melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide, konsep, atau
gagasan-gagasan pemikiran. Baginya, sebuah fakta fisik selalu terbatas pada apa
adanya karena sifatnya terbatas menurut sebuah penampakan inderawi yang sejauh
dapat dilihat, didengar, atau diraba. Justru, pikiran tersebut harus lebih
ditingkatkan pada taraf-taraf berpikir abstraktif dalam bentuk konsep atau
gagasan-gagasan, dengan menggunakan ide, kata, kalimat, dan kreatifitas budi
sehingga orang mampu memberi arti, memahami, menangkap, membedakan, dan
menjelaskannya aneka pencerapan inderawi tersebut dalam sebuah pemikiran yang
tersusun secara sistematis. Pemikiran abstraktif, berusaha membebaskan orang
dari cara berpikir terbatas dengan hanya “menunjukkan” untuk makin mendewasakan
pemikiran itu pada kemampuan “memahami dan “menjelaskan”. Pemikiran absatrak
beruaha mengangkat pikiran pada tataran kemampuan berimajinasi, membangun
kohenrensi, dan korelasi secara utuh dan terstruktur guna menunjukkan peta
keutuhannya, dengan segala fenomenanya secara detail sehingga dapat dijelaskan
secara lengkap dan sempurna.
i.
Berpikir
Spekulatif. Ciri pemikiran ini merupakan kelanjutan dari ciri berpikir abstrak
yang selalu berupaya mengangkat pengalaman-pengalaman faktawi ketaraf pemahaman
dan panalaran. Melalui itu, orang tidak hanya berhenti pada informasi sekedar
menunjukkan apa adanya (in itself), tetapi lebih meningkat pada taraf membangun
pemikiran dan pemahaman tentang mengapa dan bagaimananya hal itu dalam berbagai
dimensi bentuk pendekatan. Pemikiran filsafat yang berciri spekulatif
memungkinkan adanya transendensi untuk menunjukkan sebuah perspektif yang luas
tentang aneka kenyataan. Tegasnya, melalui ciri pemikiran filsafat yang
spekulatif dimaksud, orang tidak sekedar hanya menerima sebuah kenyataan
(kebenaran) secara informatif, sempit, dan dangkal, tetapi dengan sikap kritis,
dan penuh imajinasi untuk memahami (verstending) dan mengembangkannya secara
luas dalam berbagai khasana pemikiran yang beraneka. Berfilsafat adalah
berfikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur,
sesuai dengan aturan dan hukum yang ada. Berpikir secar filsafat harus dapat
menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta secara utuh sehingga
orang dimungkinkan untuk mengembangkannyadalam berbagai aspek pemikiran dan
bidang keilmuan yang khas.
j.
Berpikir
secara reflektif. Maksudnya, filsafat selalu berpikir dengan penuh pertimbangan
dan penafsiran guna penemuan makna
kebenaran secara utuh dan mendalam. Ciri pemikiran filsafat yang reflektif ini,
hendak ditunjukkan bahwa pemikiran filsafat tidak cenderung membenarkan diri,
tetapi selalu terbuka membiarkan diri dikritik dan direnungkan secara
berulang-ulang dan makin mendalam, untuk sambil mencari inti terdalam dari
pemikiran dimaksud, juga menemukan titik-titik pertautannya secara utuh dengan
inti kehidupan manusia yang luas dan problematis. Berpikir reflektif
memungkinkan proses internalisasi (pembathinan) setiap pemikiran filosofis,
sehingga pikiran itu sendiri bukan hanya mampu mencerminkan isi otak, tetapi
isi kehidupan secara utuh menjadi sebuah gaya kehidupan yang khas.
k.
Berpikir
humanistik. Ciri pemikiran filsafat ini hendak letakkan hakikat pemikiran itu
pada nilai dan kepentingan-kepentingan kemanusiaan sebagai titik orientasi,
pengembangan, dan pengendalian pemikiran
itu sendiri. Maksudnya, pemikiran dan segala anak pinaknya, baik dalam bentuk
pengetahuan, ilmu, atau teknologi harus dapat menunjukkan sebuah
pertanggungjawaban pada sebuah tugas kemanusiaan yang nyata. Bagi filsafat,
pikiran atau pengetahuan itu adalah pikiran yang khas manusia, bahkan pikiran
seorang anak manusia untuk sebuah tugas kemanusiaan. Ciri pemikiran filsafat,
karenanya memiliki dasar, sumber dan tanggungjawab kemanusiaan yang diemban.
Berpikir humanistik bukan saja berpusat pada manusia, tetapi sesungguhnya
menyentuh sebuah tanggungjawab manusiawi. Inti kemanusiaan itulah yang menjadi
dasar dan sumber aktual bagi proses berpikir maupun penerapan hasil pikiran itu
sendiri.
l.
Berpikir
kontekstual. Ciri pemikiran ini hendak menunjukkan bahwa pikiran bukan sekedar
sebuah ide, tetapi sebuah realitas eksistensi dengan konteksnya yang nyata dan
jelas. Maksudnya, setiap pemikiran
filsafat, selalu bertumbuh dan berkembang dalam konteks hidup manusia secara
nyata. Pikiran filsafat karenanya, merupakan bagian dari cara berpikir dan cara
bertindak manusia atau masyarakat dalam menyiasati dan memecahkan masalah-masalah
kehidupannya secara nyata. Pemikiran kontekstual mengandaikan kejeniusan lokal
(local genius) dalam membangun sebuah struktur keberadaan. Pemikiran filsafat
juga mencirikan sebuah pemikiran yang fungsional dalam menyiasati serta
membangun tanggungjawab budaya maupun sosial kemasyarakatannya.
m.
Berpikir
eksistensial. Ciri pemikiran filsafat ini bermaksud menunjukkan bahwa pikiran
itu adalah pikiran manusia, karenanya, setiap pemikiran selalu mengandaikan
harapan, kecemasan, kerinduan, keprihatinan dan aneka kepentingan manusia
sebagai sebuah manifestasi eksistensial. Pikiran itu sendiri adalah sebuah
tanda keberadaan atau fenomena eksistensi, dengan pikirannya, manusia
membudayakan diri dan memenuhi kodrat eksistensialnya sebagai eksistensi yang
bermartabat. Berpikir eksistensial, mengandaikan sebuah ciri pemikiran yang
khas, yang bukan saja berpikir dalam kerangka keilmuan, tetapi justru pemikiran
dalam rangka pengembangan eksistensi jati diri dan kehidupan secara utuh.
n.
Berpikir
kontemplatif. Ciri pemikiran filsafat ini diarahkan untuk menajamkan kepekaan
diri, ketajaman bathin, serta kemampuan mengenal kekuatan dan kelemahan, dan
kesadaran otodidik dalam diri. Melalui pemikiran kontemplatif dimaksud, setiap
pemikir, filsuf, atau ilmuwan mampu menasihati dan membimbing diri (menangani
diri) dengan penuh kerendahan hati, kesabaran, dan kesetiaan. Ciri berpikir
kontemplatif mampu membimbing para subyek (pemikir) sedemikian rupa, sehingga
mampu melalukan koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas segala cara berpikir
maupun hasil pemikiran itu sendiri sehingga tidak terjebak dalam keangkuhan,
sikap ideologis, dan pembenaran diri menjadi “kekuatan serba oke”, yang secara
buta mentukangi aneka kebohongan dan kejahatan. Berpikir kontemplatif
membimbing orang untuk makin memiliki sebuah jangkar keberadaan dan fondasi
eksistensi yang kokoh sebagai pribadi (personal), maupun sebagai bangsa dan
masyarakat yang beradab dan bermartabat.
0 comments:
Post a Comment