Wayang Kulit
PENDAHULUAN
Kehidupan
masyarakat Jawa yang penuh dengan tradisi mulai mengalami perubahan ketika
Islam memasuki pulau Jawa. Para pembawa dan penyebar Islam mencari celah-celah
di antara kekuatan animisme dan dinamisme, berbagai saluran dan upaya dilakukan
untuk memesukan ajaran Islam masuk ke Jawa, penduduk Jawa sarat dengan
kehidupan mistik yang diwujudkan dalam upacara-upacara tradisi pemujaan roh
nenek moyang (Marina Puspitasari, 2008:1)
Upacara
tradisional merupakan bagian kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat
dalam mencapai tujuaan dan keselamatan bersama, dan merupakan salah satu
perwujudan dari nilai budaya mayarakat pendukungnya. Pada waktu agama Hindu dan
Budha merembes memasuki kehidupan masyarakat Jawa, tradisi asli masyarakat Jawa
tidak dilenyapkan atau dihilangkan, tatapi sebaliknya kehadiran agama
Hindu-Budha melebur menjadi satu kedalam kebudayaan asli, sehingga unsur dari
luar telah menjadi milik masyarakat Jawa. Bahkan pada zaman Hindu-Budha inilah
kehidupan mistik masyarakat Jawa mengalami puncaknya.
Menurut Sunarto
(1979:29), pada awal timbulnya wayang erat hubungannya dengan pemujaan roh
leluhur yang disebut hyang. Untuk memnghormati dan memujanya agar selalu
dilindungi dilakukan berbagai cara, salah satu dengan pertunjukan
bayang-bayang. Pertunjukan bayangbayang roh leluhur ini terus dilakukan
sehingga menjadi suatu tradisi dalam masyarakat agraris.
Wayang adalah
salah satu jenis kebudayaan Jawa yang telah ada dan dikenal oleh masyarakat
Jawa sejak ±1500 tahun yang lalu. Kebudayaan Hindu masuk ke Jawa membawa
pengaruh pada pertunjukan bayang-bayang, yang kemudian dikenal dengan
pertunjukan wayang. Dalam penyebaran agama Hindu di pulau Jawa, para Brahmana
menggunakan kitab Mahabarata dan Ramayan selain kitab Weda sehingga kedua kitab
ini dikenal di masyarakat Jawa. Cerita wayang semula menceritakan petualangan
dan kepahlawanan nenek moyang kemudian beralih ke cerita Mahabarata dan
Ramayana. Pada zaman Hindu ini seni pewayangan semakin populer terutama dengan
disalinya ke dalam bahasa Jawa Kuno. (Marina Puspitasari,2008:4)
Menurut
Koentjaraningrat, unsur kebudayaan jawa, yang diciptakan dalam rangka mencapai
kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin:
1) Kepercayaan
Kepercayaan
merupakan suatu keyakinan yang diyakini oleh seseorang dalam hubungannya
terkait dengan tuhan-Nya. Kepercayaan bagi nenek moyang Jawa meliputi: (a)
kepercayaan terhadap kosmologi dan kosmogani tentang penciptaan alam dunia
beserta susunannya.
(b) kepercayaan terhadap
dewa-dewa sebagai pelindungnya.
(c) kepercayaan terhadap mahluk gaib.
(d) kepercayaan kepada kekuatan dan kesaktian.
2) Tradisi
Tradisi atau
adat istiadat adalah suatu budaya yang pernah dilakukan oleh generasi
sebelumnya, dengan mengadakan serangkaian upacara-upacara, antara lain:
a) upacara
“paruwatan” yaitu upacara yang dimaksudkan untuk membersihkan seseorang dari
kotoran yang masih melekat:
(b) upacara
ruwatan, merupakan upacara yang lazim diperingati oleh masyarakat Jawa yang
dilaksanakan pada tiap bulan Ruwah:
(c) upacara
pernikahan, pelaksanaan upacara pernikahan ini biasanya disesuaikan dengan
status sosialnya, tujuan dari upacara ini adalah mengungkapkan rasa syukur dan
memanjatkan doa agar kedua mempelai dapat menjalani hidup.
Kesenian
sebagai salah satu unsur kebudayaan, merupakan bentuk aktivitas manusia dalam
tujuan tertentu, oleh karena itu seni budaya mengkomunikasikan nilai-nilai yang
mendasari tindakan manusia. Salah satu bentuk kesenian itu adalah pergelaran
wayang kulit. Dimana bentuk kebudayaan dari wayang dilambangkan dengan tokoh
punakawan. Sedangkan inti pokok dari kebudayaan adalah cipta,rasa dan karsa.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Asal
Usul Wayang Kulit
Wayang
merupakan sebuah warisan budaya nenek moyang yang diperkirakan telah ada sejak
±1500 tahun SM. Wayang sebagai salah satu jenis pertunjukan sering diartikan
sebagai bayangan yang tidak jelas atau samarsamar, bergerak kesana kemari.
Bayangan yang samar tersebut diartikan sebagai gambaran perwatakan manusia. Di
Indonesia terutama dipulau jawa terdapat ratusan jenis wayang yang dapat
digolongkan menurut cerita yang dibawakan, cara pementasan wayang , dan bahan
yang digunakan untuk membuat wayang. Sekitar separuh lebih dari jumlah wayang
tersebut sekarang sudah tidak dipertunjukan lagi, bahkan diantaranya sudah
punah. Diantara pertunjukan wayang yang paling utama dan masih terdapat hingga
sekarang adalah wayang kulit di Jawa Tenggah. Kepopuleran wayang kulit
dikarenakan padat dengan nilai filosofis, pedagogis, historis, dan simbolis.
Dalam
perkembangannya dari zaman ke zaman, wayang telah mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan kebudayaan masyarakat pendukungnya, baik dalam bentuk
atribut, fungsi maupun peranannya. Wayang telah melewati berbagai peristiwa
sejarah dari generasi ke generasi. Budaya pewayangan telah melekat dan menjadi
bagian hidup dari bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Usia yang
demikian panjang dan kenyataan bahwa sampai sekarang masih banyak orang yang
menggemari wayang menunjukan betapa tinggi nilai dan berartinya wayang bagi
kehidupan masyarakat.
Ada
beberapa pendapat mengenai wayang. Wayang berasal dari bahasa Jawa Kuna dari
kata wod dan yang, artinya gerakan yang berulang ulang dan tidak tetap, dengan
arti kata itu maka dapat dikatakan bahwa wayang berarti wujud bayangan yang
samar-samar selalu bergerak-gerak dengan tempat yang tidak tetap. (Marina
Puspitasari,2008:32)
Bastomi
Suwaji (1993;43) berpendapat bahwa wayang adalah potret kehidupan berisi
sanepa, piwulang dan pituduh. Wayang berisi kebiasaan hidup, tingkah laku
manusia yang dialami sejak lahir, hidup, meninggal yang semuannya itu merupakan
proses alamiah. Dalam proses ini manusia senantiasa mengupayakan keseimbangan
dengan alam, sesama manusia, dan tuhan sebagai sang pencipta.
Kata
wayang dapat diartikan sebagai gambar atau tiruan manusia yang terbuat dari
kulit, kayu, dan sebagainya untuk mempertunjukan sesuatu lakon atau cerita.
Lakon tersebut diceritakan oleh seorang yang disebut dalang. Arti lain dari
kata wayang adalah ayang-ayang(bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan
dalam kelir. Disamping itu ada yang mengartikan bayangan ialah angan-angan.
Bentuk apa saja pada wayang disesuaikan dengan perilaku tokoh yang dibayangkan
dalam angan-angan misalnya orang baik, digambarkan badanya kurus, mata tajam,
dan seterusnya. Sementara orang yang jahat bentuk mulutnya lebar, mukanya
lebar, dan seterusnya, sedangkan kulit menunjuk pada bahan yang digunakan
(Marina Pustpitasri, 2008:33)
Fungsi Wayang dalam Masyarakat
Dalam
hal ini Manusia setelah melalui tingkatan hidup estetis, dan etis, manusia akan
sampai pada tingkatan ketiga, yaitu religius. Pada tingkatan ini, manusia telah
terikat dengan Tuhan atau menerima ikatan-ikatannya. Dalam sejarah manusia
dijumpai fenomena yang disebut religi. Asal kata religi tidak jelas, ada yang
mengatakan bahwa itu berhungan dengan kata ragare, bahasa latin yang berarti
mengikat sehingga religius berarti ikatan. Dalam religi, manusia terikat dengan
aturan-aturan Tuhan, manusia yang beragama dengan baik, selalu menjahui
larangan-Nya, dan melaksanakan segala perintah-Nya. Dengan ungkapan lain,
religi adalah penyerahan diri kepada Tuhan, dengan keyakinan bahwa manusia itu
tergantung kepada Tuhan. Tuhan diyaikini akan memberikan keselamatan bagi
manusia. Untuk memeproleh keselamatan maka manusia berserah diri kepadanya.
Sejarah
perkembangan religi masyarakat Jawa telah dimulai sejak zaman prasejarah. Pada
waktu itu nenek moyang sudah beranggapan bahwa semua benda yang ada
disekelilingnya bernyawa, dan semua yang bergerak dianggap hidup, mempunyai
kekuatan gaib, roh yang berwatak baik maupun jahat. Pada zaman prasejarah
pertunjukan wayang berfungsi sebagai magis-mitos-religius.
Dalam
kepercayaan animisme dan dinamisme, roh orang yang sudah meninggal dianggap
lebih kuat atau sakti dan berkuasa dibandingkan ketika masih hidup. Mempercayai
bahwa roh orang sudah meninggalmasih berada di lengkungan sekitar, misalnya
dipohon-pohon besar, gunung-gunung, bukit dan benda lainnya. Kehadiran roh orang yang sudah meninggal diharapakan
dapat memberikan pertolongan dan bantuan serta berkah kepada orang yang masih
hidup. Berdasarkan pemikiran itu dengan sendirinya orang samapi pada usaha
untuk mendatangkan roh nenek moyang ke dalam rumah, halaman atau tempat yang
dianggap keramat. Dengan perantara orang sakti, roh nenek moyang didatangkan
dengan diiringi nyanyian, pujian, dan sesaji, seperti: makanan, minuman dan
buah-buahan serta wangi-wangian yang digemarinya ketika masih hidup di dunia.
Sekalipun hanya untuk waktu yang sementara, namun kesempatan untuk dapat
berhubungan langsung dengan roh tersebut sangat penting. Dalam kesempatan ini,
mereka yang masih hidup dapat menghortmati roh leluhur, dengan cara ini
keluarga dan keturunananya merasa terjamin kelangsungan hidupnya, nasib baik,
kebahaigaiaan, dan kemakmuran.
Harapan-harapan
yang kemudian mendorong nenek moyang menghasilkan pembuatan bayangan, sehingga
orang dapat membayangkan roh orang yang sudah meninggal. Gambar atau lukisan
bentuk dari roh yang dibayangkan bukanlah berwujud gambar realitas dari nenek
moyang, tetapi berwujud gambar bayangan remang-remang atau semu. Inspirasi
bentuk wayang yang dipergunakan untuk pentas bayangan didapat dari bentuk
bayangan manusia. Gambar bayangan tersebut diilhami oleh bayangan yang dilihat
setiap hari diwaktu pagi. Itulah sebabnya gambar yang dihasilkan mempunyai kaki
dan tangan panjang. Pada mulanya tidak sengaja dipasang tabir atau selembar
kain untuk membuat bayang-bayang yang kemudian tabir tersebut menjadi
perlengkapan wajib dalam pementasan wayang.
Upacara
memanggil roh nenek moyang dilakukan pada malam hari, saat roh tersebut
melayang-layang sedang mengembara. Tempat yang dipilih untuk mengadakan
pertunjukan bayang-bayang adalah ditempat khusus. Di tempat itu disediakan
tempat pemujaan seperti dolmen, menhir, dan tahta batu sebagai tempat berkumpul
dan tempat duduk roh atau hyang yang datang. Pertunjukan bayang-bayang tersebut
diawali dengan cerita mitos kuno tradisional yang berisikan cerita atau
kejadian tentang bumi, langit, nenek moyang manusia, dewa dan upacara-upacara
yang berhubungan dengan kepercayaan. Diceritakan pila tentang kebesaran dan
kepahlawanan nenek moyang serta mengharapkan berkah untuk keselamatan seamanya.
Pada zaman ini kepustakaan wayang belum ditulis. Cerita tersebut dituturkan
secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya, yang setiap kurun waktu
cerita tersebut diubah dan ditambah menurut selera dan situasi zamannya.
Pertunujkan
wayang pada zaman kerajaan mataram 1 tidak hanya berfungsi magis-religius, tetapi
juga sebagai alat pendidikan dan komunikasi. Cerita diambil dari kitab
Mahabarata dan Ramayana yang sudah diberi sifat lokal dan bercampur mitos kuno
tradisional. Pahlawan-pahlawan dari kedua kitab tersebut menjadi pahlawan dan
deaw bagi masyarakat Jawa. Hasil karya lainnya yang sangat erat hubungannya
dengan perkembangan pertunjukan wayang, yaitu mulai dipahatnya relief cerita
Ramayana dengan lengkap dan bagus
dalam dinding candi Roro Jonggrang di Prambanan pada tahun ±782-872 Masehi.
Di
Jawa Timur, wayang digambar diatas kain dan sudah diberi warna. Jumlah wayang
yang cukup banyak dan sudah dilengkapi dengan kelir, saron, kemanak, suluk, dan
sinden. Hal ini dapat diketahui dengan syair Warta Sancaya bait ke 93. Pada
tahun 1361 dibuat wayang beber dari kertas yang sudah diringi gamelan slendro.
Pertunjukan wayang pada zaman ini dilakukan pada malam hari, dirumah atau
tempat yang dianggap keramat oleh orang sakti, kepala keluarga, atau
kadang-kadang oleh Raja sendiri. Di Jawa Timur seni pewayangan masih tetap
berfungsi untuk kegiatan ritual dan menjadi sarana untuk mendukung wibawa
kekuasaan raja.
Pada
zaman kerajaan Demak pertunjukan wayang digunakan sebagai media dakwah
penyebaran agama Islam, alat pendidikan, dan hiburan. Cerita wayang diambil
dari cerita babad, yaitu antara wiracarita Ramayana atau Mahabarata versi
Indonesia dengan ccerita yang berisi Islam. Wayang pada zaman ini sudah
berbentuk pipih menyerupai bentuk wayang yang terlihat sekarang. Pertunjukan
wayang dipimpin oleh seorang dalang yang sekaligus seorang tokoh agama.
Wayang kulit Sebagai Media
Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga merukan salah satu wliyullah
yang termasuk dalam walisongo. Kedudukannya sebagai seorang wali dikukuhkan
dahadapan sunan Giri yang dianggap sebagai ketua para wali dijawa. Sebagai
tanda kewalian. Sunan Kalijaga bergelar sunan seperli wali lainnya. Kata sunan
berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata jamak dari sunnat yang berarti
tingkah laku, adat kebiasaan. Adapun tingkah laku yang dimaksud adalah yang serba
baik, sopan santun,, berbudi luhur, hidup penuh dengan kebajikan sesuai
tuntutan agama Islam. Oleh karena itu seorang sunan akan senantiasa berperilaku
penuh kebajikan mengajak kearah dan melarang perbuatan mungkar.
Perenan
Sunan Kalijaga dalam berdakwah tampak dalam berbagai kegiatan baik agama secara
langsung, bidang pemerintahan , maupun dalam kegiatan seni budaya, yang
berkaitan dengan agama Sunan mendirikan masjida Agung Demak bersama Sunan yang
lainnya. Selain sebagai sarana ibadah juga sebagai sarana Dakwah. Masjid ini
dibangun pada tahun 1479 Masehi.
Dalam
seni budaya Sunan Kalijaga ahli dalam menciptakan seni pakaian, seni suara,
seni ukir, seni gamelan termasuk juga seni wayang. Bahkan terhadap kesenian
wayang ini Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang menghasilkan kreasi
baru. Wayang kulit ini merupakan pengembangan baru dari wayang beber yang
memang sudah ada sejak lama sejak zaman airlangga. Selain itu, Sunan Kalijaga
juga mengarang cerita-cerita baru untuk memainkan pertunjukan wayang.
Latar belakang Sunan Kalijaga
berdakwah dengan Wayang Kulit
Islam
tumbuh di Jawa bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Majapahit sebagai pusat agama
Hindu-Budha yang ditandai dengan berdirinya kerajaan Islam di Demak pada tahun
1518 Masehi. Menurut para ahli berdirinya kerajaan Demak merupakan transisi
antara kerajaan di daerah pedalaman berpindah kedaerah pesisiran dan beralihnya
agama Hindu-Budha ke agama Islam.
Hal
menarik yang patut diperhatikan dengan masuknya Islam ke Jawa adalah terletak
pada para penguasa. Dalam kaitan ini jargon religius-politik, al nasu ‘ala
al-dini mullukihim bahwa agama rakyat berimankan pada ajaran agama rajanya.
Berarti beralihnya agama raja ke Islam mempengaruhi rakyatnya untuk masuk Islam
sebagai agamanya, walaupun sebagian besar hanya mengucapkan kalimat syahadat
dan belum sadar untuk melaksanakan kewajiban sholat dan ajaran Islam lainnya.
Sunan kalijaga menggunakan kesenian Wayang kulit ini sebagai media dakwahnya
dengan beberapa pertimbangan antara lain: 1) pertunjukan wayang kulit telah
dikenal dan menjadi bagian dari masyarakat Jawa. Sebelum Islam datang dan
berkembang di Jawa, masyarakat Jawa telah lama menggemari kesenian, baik seni
pertunjukan wayang dengan gamelan maupun seni tarik suara. Sunan Kalijaga
mengetahui rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali pada kesenian dan
kebudayaan, diantaranya masih gemar kepada gamelan dan keramaiankeramaian yang
bersifat Syiwa-Budha: 2) didalam kitab Tantu Paggelaran yang merupakan karya
akhir zaman akhir Majapahit menguraikan bagaimana terhormat dan dan dijunjung
tinggi seorang dalang. Hal ini karena pada zaman itu posisi dalang sebagai
seorang pendeta sehingga dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat. Wayang yang
terbuat dari kulit yang diukir merupakan permainan sakral yang dibawakan oleh
para dewa untuk menyampaikan ajaran kedunia.
Pengaruh Ajaran Islam dalam
pertunjukan Wayang
Masuknya
wayang ke Jawa tidak saja memberikan pengaruh pada bidang agama tetapi juga
dalam bidang kebudayaan yang adiluhung yaitu wayang kulit. Ketika kerajaan
Majapahit mengalami keruntuhan, semua perlengkapan upacara kerajaan dibawa ke
Demak termasuk wayang dan alat gamelan yang merupakan seni budaya istana yang
sudah berkembang pada zaman Hindu-Budha. Atas perintah Raden Patah Walisongo
meyempurnakan bentuk wayang dan membuat lakon carangan yang didalamnya
dimasukan unsur aqidah, ibadah dan akhlaq menurut ajaran Iskam. Sunan Kalijaga
memasukan unsur pendidikan Moral,ketuhanan dan hidup bermasyarakat.
Dengan
masuknya Islam ke Jawa maka berubahlah bentuk Wayang yang ada sehingga hal ini
mempengaruhi cerita yang akan dibawakan,dengan berubahnya bentuk ini dan
semakin terperincinya cerita yang dibawakan dalam wayang. Kerana dalam ajaran
Islam terdapat adanya larangan penggambaran
yang menyerupai bentuk manusia. Fungsi wayang selain sebagai media hiburan juga
sebagai sarana politis dalam menyebarankan Islam ditanah Jawa oleh Walisongo.
Bentuk wayang juga disempurnakan lagi dan ditambah jumlahnya sehingga dapat
dipergunakan untuk memainkan cerita.
Menciptakan lakon carangan
Sunan
Kalijaga menciptakan menciptakan lakon-lakon baru berkenaan dengan
menyelenggarakan pergelaran-pergelaran wayang dengan upah baginy( sebagai
dalang) berupa kalimat syahadat. Untuk memudahkan masyarakat awam dalam menerima
dan memahami agama Islam, Sunan Kalijaga juga memasukan rukun Islam kedalam
tokoh pandawa lima.
Rukun
Islam kesatu adalah kalimat syahadat atau syahadatain yang dijelmakan dalam
tokoh Puntadewa sebagai anak sulung dari Pandawa. Dalam cerita wayang sifat-sifat
Puntadewa sebagai raja yang memiliki sikap berbudi arif bijaksana, adil dalam
perbuatan dan jujur dalam setiap perkataan. Puntadewa ini merupakan
pengejawentahan dari kalimat syhadat yang selama mengilhami kearifan dan
keadilan. Puntadewa memimpin empat orang saudaranya dalam suka dan duka dan
penuh rasa kasih sayang. Demikian pula dengan rukun Islam yang
kedua,ketiga,keempat dan kelima. Namun jika tidak menjalankan rukun Islam yang
pertama maka yang lain akan sia-sia.
Rukun
Islam kedua adalah Sholat yang dipersonifikasikan dalam tokoh Bima atau
Werkudara. Dia dikenal sebagai penegak pandawa kerana dia jarang sekali duduk
bahkan tidur saja sambil berdiri hal ini seperti halnya sholat yang setiap saat
harus dikerjakan tanpa menghalangi apun karena sholat merupakan tiang agama
bagi umat Islam.
Rukun
Islam ketiga adalah puasa dipersonifikasikan dengan Janak dalam pewayangan
Arjuna disebut lelananging jagat atau pria pilihan. Nama arjuna diambil dari
kata jun yang berarti jembangan. Benda ini merupakan simbol yang jernih.
Kejernihan Arjuna memancar dari wajah dan tubuhnya. Arjuna juga merupakan
pecinta seni keindahan, perasaannya yang sangat halus dan hangat. Banyak wanita
yang suka dan tergila-gila kepadanya.karena kehalusan budi pekertinya, arjuna sulit
mengatakan tidak sehingga ada kesan seolah-olah lemah padahal dia tidak ingin
menyakiti hati orang lain. Jadi bagi orang yang suka berpuasa jiwanya menjadi
kuat menghadapi segala cobaan.
Rukun
Islam keempat dan kelima adalah zakat dan haji yang dipersonifikasikan
Nakula-Sadewa. Pandawa bukanlah pandawa jika tidak ada yang kembar meskipun
mereka dilahirkan dari ibu yang berbeda. Mereka juga mempunyai kepribadian yang
bagus rajin bekerja dan berpakaian bagus. Ibarat orang yang senang mengeluarkan
Zakat dan menunaikan ibadah Haji adalah yang giat bekerja, sehingga menjadi
kaya dan dermawan, mampu berpakaian cukup sandang dan pangan, maka harta itu
berfungsi sosial harus dizakati supaya suci lahir dan batin.
Nilai Filosofis Wayang
Kulit
Filsafat menurut masyarakat Jawa ialah usaha manusia untuk memperoleh
pengertian dan pengetahuan tentang hidup menyeluruh dengan mempergunakan
kemampuan rasio ditambah indera batin (cipta-rasa). Maka berfilsafat maka cinta
kesempurnaan, (ngudi kasempurnan, ngudi kawicaksanaan) dan bukan semata-mata
cinta kearifan. Jika orang jawa menyebut bahwa wayang mengandung filsafat yang
dalam, dunia wayang memberi peluang bagi orang Jawa untuk melakukan suatu
pengkajian filsafi dan mistis sekaligus. Dunia pewayangan kaya sekali dengan lambang
atau pasemon, hampir seluruh eksistensi wayang itu sendiri adalah pasemon.
Pergelaran
Wayang kulit senantiasa terdiri dari beberapa bagian atau adegan yang saling
bertalian antara satu dengan yang lain. Tiap-tiap bagian melambangkan fase atau
tingkat tertentu dari kehidupan manusia. Bagianbagian tersebut antara lain:
1.
Jejer (adegan pertama), melambangkan kelahiran bayi dari kandungan ibu diatas
dunia serta perkembangan masa kanak-kanak sampai meningkat hingga dewasa
2.Perang
gagal, melambangkan perjuangan manusia muda untuk melepaskan diri dari
kesulitan serta penghalang dalam perkembangan hidupnya
3.Perang
kembang, melambangkan peperangan antara baik dengan buruk yang akhirnya
dimenangkan oleh pihak yang baik. Perang kembang berlangsung setelah lepas
tengah malam. Artinya filosofisnya yaitu setelah orang mengakhiri masa muda
sampailah masa dewasa.
4.Perangbrubuh,
melambangkan kehidupan manusia yang akhirnya mencapai kebahagiaan hidup hingga
penemuan jati diri.
5.
Tancep kayon, melambangkan berakhirnya kehidupan artinya pada akhirnya manusia
mati, kembali kealam baka menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
Fungsi dan Peranan Wayang masa
Sekarang
Rubrik
wayang itu identik dengan budaya jawa. Bahkan di era sekarang penggunaan tokoh
wayang sering dijadikan sarana refleksi dan keteladanan masyarakat.hal ini
sering ditampilkan dalam surat kabar solopos.
Sebagai
bentuk kesenian tradisional merupakan produk lokal bahkan selalu menarik dalam
media lokalpun sperti televisi orang dari luarpun sudah mengganggap bahwa
menanggap wayang sebagai status sosial maka orang dari kalangan luar jawa sudah
menganggap wayang sebagai suatu kebudayaan yang unggul dan memiliki nilai-nilai
filosofis yang tinggi.
Wayang
dalam nilai-nilai budaya jawa punya jenis dan corak yang beraneka ragam salah
satunya wayang purwa dan adanya berbagai modifikasi kontemporer dan menjadikan wayang jauh lebih menarik dan wayang
dijadikan sebagai realitas budaya jawa yang kaya akan falsafah hidup yang luhur
sehingga oleh media situasi dikemas dengan berbagai format yang dapat dijual
ataupun memiliki daya tarik tertentu.
Seni
karawitan wayang dalam pentas wayng merupakan perpaudaun antara seni suara
dengan seni musik. Paduan antara seni suara dan seni musik menjadi identik.
Seni karawitan ditunjukan bagaimana rumitnya para niyaga (penabuh gamelan)
mengiringi jalannya cerita dengan komposisi musik yang padu, sedangkan seni
sastra tergambarkan melalui dalang yang membuat narasi cerita wayang, berakting
sesuai watak masing-masing wayang. Gabungan antara keseluruhannya dapat
menciptakan pertunjukan wayang kulit yang dapat dinikmati berbagai kalangan
masa sekarang dengan seni yang indah,rumit dan kompleks.
Dalam
pementasan wayang era sekarang menggunakan media musik antara lain musik klasik
dan modern:
(a)
Musik klasik
Musik klasik terdiri dari
seperangkat gamelan yang terdiri dari dua laras yakni laras pelog dan laras
slendro. Musik gamelan lazimnya terdiri dari saron, demung, kenong, gong,
rebab, kendang, gender, gambang, dan demung. Uniknya gamelan alat musik
tradisional yang serba bisa. Gamelan merupakan peralatan sederhana yang dapat
dipakai untuk mengiringi gendhing-gendhing atau lagu apapun.
(b) Musik
modern
Pementasan wayang dewasa ini tidak
hanya didukung musik kalsik yang berupa seperangkat gamelan. Seiring
perkembangan zaman, pementasan sering dilengkapi dengan alat musik modern
bertenaga listrik seperti keyboard. Keyboard dimanfaatkan untuk menambah
pementasan misalnya efek suara dalam adegan adegan tertentu, suara angin, suara
hewan dan lain-lain.
Kebudayaan dalam arti tertentu
merupakan hasil karya cipta manusia yang dapat dinikmati dengan indera.
Pengertian ini mencakup bermacammacam wujud, antara lain adalah penggunaan
wayang purwa yang di dalamnya tentu terdapat unsur-unsur budaya daerah.
Unsur-unsur budaya daerah ini tentu mengalami kontak-kontak dengan budaya asing
yang ada di dalam negeri seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi
maka tidak dapat dipungkiri bahwa intensitas kebudayaan asing di dalam negeri
semakin meningkat. Kemajuan dan pesatnya pembangunan di berbagai bidang,
terlebih di bidang komunikasi memungkinkan adanya kontak-kontak yang lebih
sering dengan kebudayaan asing.
Pertunjukan wayang purwa sangat
berdampak positif bagi perubahan sikap dalam masyarakat. Dalam hal ini wayang
merupakan bahasa simbol kehidupan yang lebih bersifat rohaniah daripada
jasmaniah. Setiap penonton yang melihat pagelaran wayang yang dilihat bukan
wayangnya melainkan masalah yang
tersirat dalam tokoh pelaku dalam pewayangan itu. Hal ini sejenis dengan
perumpamaan ketika orang melihat di kaca rias, orang bukan melihat tebal dan
jenis kaca rias itu, melainkan melihat apa yang tersirat dalam kaca tersebut.
Masalah pokok dalam pewayangan yaitu menggambarkan proses kehidupan manusia
secara totalitas, sebagai pribadi, makhluk sosial maupun sebagai makhluk Tuhan.
Muatan di dalam nilai-nilai wayang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat
adalah bagaimana manusia dapat menempatkan dirinya pada tempat yang telah
ditentukan oleh Tuhan dan bagaimana manusia memenuhi fungsinya serta
menjalankan tugasnya berdasarkan fungsi itu. Di sisi lain, manusia mempunyai
tugas-tugas sosial yang mencangkup tugas memelihara, membina, memajukan negara,
bangsa dan kemanusiaan pada umumnya. Tugas-tugas seperti ini menurut istilah
pewayangan yang digariskan dalam ajaran mahayu hayuning proja, mahayu hayuning
bangsa dan mahayu hayuning bawana. Untuk memelihara, membina, memajukan negara,
bangsa dan dunia tugas manusia utama adalah memberantas kejahatan, yang
diajarkan dalam ajaran sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti. Sebagai
bentuk simbolis kehadiran wayang purwa dalam tradisi bersih desa mengandung
suatu maksud di balik bentuk atau wujudnya, yaitu ekspresi penghormatan kepada
Tuhan maupun roh-roh nenek moyang. Wayang purwa sebagai simbol kehidupan
mengandung nilai-nilai yang berharga bagi masyarakat Jawa.
Pengetahuan dan sikap dalam
pertunjukan wayang purwa pada dasarnya mencerminkan perilaku bijaksana.
Kebijaksanaan hidup manusia jawa yang dimaksudkan merupakan cara ataupun saran
untuk menciptakan kehidupan yang selaras dan harmonis agar tercipta
kesejahteraan dunia dan akhirat. Wayang purwa secara simbolis memberikan
kontribusi positif pada pembentukan sikap hidup manusia dalam upaya mencapai
kehidupan yang selaras dengan lingkungan
Pada era yang sekarang pemahaman
tentang wayang juga perlu dikaji melalui budaya bahwa orang yang dapat memahami
wayang ialah orang yang mampu berbahasa Jawa dengan baik. Di era yang global
ini fungsi dan peranan wayang sudah jauh berbeda dengan masa dulu karena pada
masa sekarang Wayang Purwa digunakan sebagai media hiburan yang cukup
mengasikan dan hal itu kita bisa lihat di televisi maupun media lainya seperti
radio juga menyiarkan cerita wayang.
Fungsi wayang yang sesungguhnya sebagai
pelestari budaya lokal khususnya Jawa untuk dijadikan budaya Nasional karena
nilai-nilai yang terkandung dalam wayang sangatlah komplek. Menyangkut
Agama,akhlaq dan sebagainya. Filosofi wayang sangatlah tinggi karena kita
menceritakan tentang berbagai lakon carangan dan cerita aslinya. Karena
perubahan jaman yang semakin modern maka cerita wayang diubah keberbagai cerita
antara seperti wayang tentang kritik terhadap pemerintahan, hal ini
mencerminkan bahwa penggunaan wayang selain sebagai media hiburan juga bisa
berfungsi sebagai kritik sosial kepada pemerintah. Bahkan penggunaan wayang
yang dulunya terbuat dari kulit
kerbau sekarang sudah bisa diubah menggunakan kertas A4, dan menggunakan
berbagai tokoh cerita yang baru.
Comments
Post a Comment